A.
Memahami Makna Haji, Zakat,
dan Wakaf
a.
Pengertian Haji
Kata haji berasal dari bahasa Arab yang artinya
menyengaja atau menuju. Maksudnya adalah sengaja mengunjungi Baitullah (Ka’bah) di Mekah untuk
melakukan ibadah kepada Allah Swt. pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu
secara tertib. Adapun yang dimaksud waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang
dimulai dari bulan Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Puncak
pelaksanaan ibadah haji pada tanggal 9 Zulhijah yaitu saat dilangsungkannya
ibadah wukuf di padang Arafah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa’I, wukuf, mabit di Muzdalifah,
melontar jumrah, mabit di Mina, dan
lain-lain.
Menurut istilah, haji adalah sengaja mengunjungi
Ka’bah dengan niat beribadah pada waktu tertentu dengan syarat-syarat dan
dengan cara-cara tertentu pula. Haji juga diartikan menyengaja ke Mekah untuk
menunaikan ibadah thawaf, sa’I, wukuf
di Arafah dan menunaikan rangkaian manasik dalam rangka memenuhi perintah Allah
Swt. dan mencari ridha-Nya.
b.
Hukum Haji
Hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi
yang mampu melaksanakannya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Ali
Imran ayat 97. Allah Swt. berfirman :
Artinya : “Padanya terdapat
tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya
(Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran/3:97)
Kewajiban haji adalah sekali dalam seumur hidup.
Apabila ada yang melaksanakan haji lebih dari sekali, hukumnya sunah. Hal ini
didasarkan pada hadits Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra.
sebagai berikut.
“Rasulullah saw. berkhutbah
kepada kami, beliau berkata, ‘Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan haji
atas kamu sekalian.’ Lalu al-Aqra bin Jabis berdiri kemudian berkata, ‘Apakah
kewajiban haji setiap tahun ya Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Sekiranya kukatakan
ya, tentulah menjadi wajib, dan sekiranya diwajibkan, engkau sekalian tidak
akan mampu. Ibadah haji itu sekali saja. Siapa yang menambahi itu berarti
perbuatan sukarela saja.”
c.
Syarat dan Rukun Haji
Syarat haji terbagi ke dalam dua bagian, yaitu
syarat wajib haji dan syarat sah haji. Syarat haji ialah perbuatan-perbuatan
yang harus dipenuhi sebelum ibadah haji dilaksanakan. Apabila syarat-syaratnya
tidak terpenuhi, gugurlah kewajiban haji seseorang.
Syarat wajib haji :
1) Islam
2) Berakal (tidak gila)
3) Baligh
4) Ada muhrimnya
5) Mampu dalam segala hal
(misalnya dalam hal biaya, kesehatan, keamanan, dan nafkah bagi keluarga yang
ditinggalkan)
Syarat sah haji :
1) Islam
2) Baligh
3) Berakal
4) Merdeka
Adapun rukun haji adalah perbuatan-perbuatan yang
harus dilaksanakan atau dikerjakan sewaktu melaksanakan ibadah haji. Maka
apabila ditinggalkan, ibadah hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah
sebagai berikut.
1)
Ihram
Ihram adalah berniat mengerjakan haji atau umrah
yang ditandai dengan mengenakan pakaian ihram yang berwarna putih dan membaca
lafadz, “Labbaika Allahumma hajjan.”
(bagi yang akan melaksakan ibadah haji), dan membaca lafadz, “Labbaika Allahumma umratan.” (bagi yang
berniat umrah).
2)
Wukuf
Wukuf, yaitu hadir di padang Arafah pada tanggal 9
Djulhijjah dari tergelincirnya matahari hingga terbenam. Wukuf adalah bentuk
pengasingan diri yang merupakan gambaran bagaimana kelak manusia dikumpulkan di
padang Mahsyar.
Wukuf yang dicontohkan Rasulullah saw. diawali
dengan shalat berjama’ah dzuhur dan ashar dengan jama’ takdim qashar. Setelah
itu, dilanjutkan dengan khutbah guna memberikan bimbingan wukuf, seruan-seruan
ibadah, dan memanjatkan doa kepada Allah Swt.
Pelaksanaan wukuf di Arafah hanya terjadi sekali
dalam setahun, yaitu setelah matahari tergelincir (melewati pukul 12 siang)
pada tanggal 9 Dzulhijjah bila pada waktu tersebut jamaah tidak wukuf, maka
hajinya tidak sah.
3)
Thawaf
Thawaf adalah berputar mengelilingi Ka’bah dan
dilakukan secara berlawanan dengan arah jarum jam dengan posisi Ka’bah di
sebelah kiri badan. Thawaf dimulai dari Hajar Aswad dan diakhiri di Hajar Aswad pula, dilakukan sebanyak
tujuh kali putaran.
Para ulama sepakat bahwa thawaf ada tiga macam,
yaitu :
a) Thawaf Qudum, yaitu thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji baru tiba di Mekah.
b) Thawaf Ifadhah, yaitu thawaf yang dilakukan pada hari qurban setelah melontar jumrah aqabah. Inilah thawaf yang wajib
dilakukan pada waktu haji. Apabila ditinggalkan, maka hajinya batal.
c) Thawaf Wada’, yaitu thawaf perpisahan bagi jamaah yang akan meninggalkan Mekah.
Adapun Thawaf
Sunnah adalah thawaf yang dilakukan kapan saja sesuai dengan kemampuan
jamaah.
Syarat sah Thawaf
(1) Niat
(2) Menutup aurat
(3) Suci dari hadas
(4) Dilakukan sebanyak tujuh
kali putaran
(5) Dimulai dan diakhiri di Hajar Aswad
(6) Posisi Ka’bah disebelah kiri
orang yang berthawaf
(7) Dilaksanakan didalam
Masjidil Haram
4)
Sa’i
Sa’i adalah berlari-lari kecil antara bukit Shafa
dan bukit Marwah sebanyak tujuh kali yang dimulai dari bukit Shafa dan berakhir
di bukit Marwah. Sa’i dilakukan setelah pelaksanaan ibadah thawaf.
Syarat sah sa’i
a) Dilakukan sebanyak tujuh
kali putaran (berawal di bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah)
b) Dilakukan setelah thawaf ifadhah atau setelah thawaf qudum.
c) Menjalani secara sempurna
jarak Shafa - Marwah dan Marwah – Shafa
d) Dilakukan ditempat sa’i
5)
Tahallul
Tahallul adalah mencukur atau memotong rambut kepala
sebagian atau seluruhnya minimal tiga helai rambut. Tahallul dilakukan setelah
melontar jumrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah, yang disebut dengan tahallul awwal. Setelah jamaah melakukan
tahallul awwal ini larangan-larangan
haji kembali dibolehkan kecuali berhubungan suami istri. Tahallul tsani dilakukan setelah thawaf ifadhah dan sa’i.
6)
Tertib
Tertib yaitu berurutan dalam pelaksanaan mulai ihram
hinggal tahallul.
d.
Jenis Haji
1)
Haji Tamattu’
Haji Tamattu’ yaitu melaksanakan umrah terlebih
dahulu kemudian menggunakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan manasik haji.
Pelaksanaan haji jenis ini diwajibkan membayar dam atau berpuasa sepuluh hari,
yaitu tiga hari pada waktu ditanah suci dan tujuh hari setelah kembali ke tanah
air.
2)
Haji Ifrad
Haji Ifrad adalah berihram dan berniat dari miqat
hanya untuk haji. Dengan kata lain, mengerjakan haji terlebih dahulu kemudian
mengerjakan umrah. Semenjak jama’ah tiba di Mekkah, mereka tidak boleh melepas
kain ihram hingga tiba hari raya Idul Adha atau setelah pelontaran jumrah
aqabah. Jemaah yang melaksanakan ibadah haji ifrad tidak diwajibkan membayar
dam.
3)
Haji Qiran
Haji Qiran adalah melaksanakan haji dan umrah dengan
satu kali ihram. Artinya, apabila seorang jamaah haji memilih jenis haji ini,
maka jamaah tersebut berihram dari miqat untuk haji dan umrah secara bersamaan.
Jamaah yang melakukan jenis haji ini diwajibkan memotong hewan qurban.
e.
Keutamaan Haji
1) Haji merupakan amal paling
utama
2) Haji merupakan jihad
3) Haji menghapus dosa
4) Pahala ibadah haji adalah surge
2.
Zakat
a.
Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa (lughat) artinya tumbuh, suci, dan berkah. Menurut istilah, zakat
adalah pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu, menurut sifat-sifat
dan ukuran kepada golongan tertentu. Zakat merupakan salah satu dari lima rukun
Islam dan disebutkan secara beriringan dengan kata salat pada 82 ayat didalam
Al-Qur’an.
b.
Hukum Zakat
Allah Swt. telah menetapkan hukum wajib atas zakat
sebagaimana dijelaskan didalam Al-Qur’an, Sunah Rasul-Nya, dan ijma’ para
ulama.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 43 :
Artinya : “dan dirikanlah
salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”
Dalam Kitab Al-Ausath dan Ash-Shagir, Imam Thabrani meriwayatkan dari
Ali ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda :
Artinya : “Allah Swt.
mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang
dapat memberikan jaminan kepada orang-orang miskin dikalangan mereka. Fakir
miskin tidak akan menderita kelaparan dan kesulitan sandang pangan melainkan
disebabkan perbuatan golongan orang kaya. Ingatlah bahwa Allah Swt. akan
mengadili mereka secara tegas dan menyiksa mereka dengan azab yang pedih akibat
perbuatannya itu.” (H.R. Thabrani)
c.
Syarat dan Rukun Zakat
Syarat dalam ibadah zakat, yaitu syarat yang
berkaitan dengan subjek zakat/muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) dan objek
zakat (harta yang dizakati).
1) Syarat zakat yang
berhubungan dengan subjek atau pelaku (muzakki : orang yang terkena wajib
zakat) adalah sebagai berikut.
a)
Islam
b)
Merdeka
c)
Baligh
d)
Berakal
2) Syarat-syarat yang
berhubungan dengan jenis harta (sebagai objek zakat) adalah sebagai berikut.
a)
Milik penuh
Artinya, penuhnya pemilikan,
maksudnya bahwa kekayaan itu harus berada dalam control dan dalam kekuasaan
yang memiliki, (tidak bersangkut didalamnya hak orang lain), baik kekuasaan
pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b)
Berkembang
Artinya harta itu
berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullah maupun bertambah karena
ikhtiar manusia.
c)
Mencapai nisab
Artinya mencapai jumlah
minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
d)
Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dimiliki
oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan
keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
e)
Bebas dari hutang
Artinya harta yang dimiliki
oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah Swt. (nazar atau wasiat) maupun hutang kepada sesame manusia.
f)
Berlaku setahun/haul
Suatu milik dikatakan genap
setahun menurut al-Jazaili dalam kitabnya Tanyinda
al-Haqa’iq syarh Kanzu Daqa’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.
Adapun yang termasuk rukun zakat adalah sebagai
berikut.
1) Pelepasan atau pengeluaran
hak milih pada sebagian harta yang dikenakan wajib zakat.
2) Penyerahan sebagian harta
tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang bertugas atau orang
yang mengurusi zakat (amil zakat).
3) Penyerahan amil kepada orang
yang berhak menerima zakat sebagai milik.
d.
Hikmah dan Keutamaan Ibadah
Zakat
Didalam Al-Qur’an surah At-Taubah/9:103 Allah Swt.
berfirman, “Ambillah (sebagian) dari
harta mereka menjadi sedekah (zakat), dengan zakat itu kamu membersihkan dan
menyucikan mereka…” (Q.S. At-Taubah/9:103)
Dari penjelasan ayat diatas, bahwa tujuan zakat
adalah untuk membersihkan mereka (pemilik harta) dari penyakit kikir dan
serakah, sifat-sifat tercela serta kejam terhadap fakir miskin, orang-orang
yang tidak memiliki harta, dan sifat-sifat hina lainnya. Disisi lain, zakat
juga untuk menyucikan jiwa orang-orang berharta, menumbuhkan dan mengangkat
derajatnya dengan berkah dan kebajikan, baik dari segi moral maupun amal.
Hingga demikian, orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan, baik didunia
maupun diakhirat.
3.
Wakaf
a.
Pengertian Wakaf
Kata Wakaf
berasal dari bahasa Arab yang berarti menahan (al-habs) dan mencegah (al-man’u).
artinya menahan untuk dijual, dihadiahkan, atau diwariskan. Berdasarkan istilah
syar’I wakaf adalah ungkapan yang
diartikan penahanan harta milik seseorang kepada orang lain atau kepada lembaga
dengan cara menyerahkan benda yang bersifat kekal kepada masyarakat untuk
diambil manfaatnya.
b.
Hukum Wakaf
Wakaf hukumnya sunnah. Namun,
bagi pemberi wakaf (wakif) merupakan
amaliah sunnah yang sangat besar manfaatnya. Karena bagi wakif merupakan sadaqah
jariyah.
Beberapa dalil tentang ibadah wakaf diantaranya sebagai berikut.
1) Q.S. Ali ‘Imran/3:92
Artinya : “Kamu tidak akan
memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Swt. Maha
Mengetahui.”
(Q.S. Ali ‘Imran/3:92)
2) Hadits Rasulullah saw.
riwayat oleh Bukhari dan Muslim
Artinya : “Dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang meninggal, maka amalannya
terputus kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak
saleh yang mendoakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Mengenai sadaqah jariyah pada
hadits diatas, ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan sadaqah jariyah dalam hadits tersebut
adalah wakaf.
c.
Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun wakaf
ada empat, yaitu orang yang berwakaf,
benda yang diwakafkan, orang yang
menerima wakaf, dan ikrar.
1) Orang yang berwakaf (al-wakif), syarat-syaratnya :
a)
Memiliki penuh harta itu, dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada siapa yang ia kehendaki.
b)
Berakal, maksudnya tidak sah wakaf
dari orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
c)
Baligh.
d)
Bertindak secara hukum (rasyid).
Orang bodoh, orang yang sedang bangkrut (muflis),
dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan
hartanya.
2) Benda yang diwakafkan (al-mauquf), syarat-syaratnya :
a)
Barang yang diwakafkan itu
harus barang yang berharga.
b)
Harta yang diwakafkan harus
diketahui kadarnya, apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), pengalihan milik ketika itu
tidak sah.
c)
Harta yang diwakafkan harus
milik oleh orang yang berwakaf (wakif).
d)
Harta harus berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut dengan istilah gairasai’.
3) Orang yang menerima manfaat wakaf (almauquf’alaihi) atau sekelompok
orang/badan hukum diberi tugas mengurus dan menerima barang wakaf (nair) tersebut. Orang yang
menerima wakaf diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a)
Tertentu (mu’ayyan), artinya
orang yang menerima wakaf jelas
jumlahnya. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tersebut (almawqufmu’ayyan)
adalah orang yang boleh memiliki harta (ahlanlialtamlik).
Dengan demikian, orang muslim, merdeka, dan kafirimni
(nonmuslim yang bersahabat) yang memenuhi syarat tersebut, boleh memiliki harta
wakaf. Orang bodoh, hamba sahaya, dan
orang gila tidak sah untuk menerima wakaf.
b)
Tidak tertentu (gairamu’ayyan),
artinya berwakaf itu tidak ditentukan
kriterianya secara rinci. Syarat-syarat yang berkaitan dengan gairamu’ayyan, yaitu yang menerima wakaf hendaklah dapat menjadikan wakaf tersebut untuk kebaikan, dan
dengan wakaf dapat mendekatkan diri
kepada Allah Swt. hal ini ditujukan hanya untuk kepentingan Islam saja.
d.
Lafadz atau Ikrar Wakaf (Sighat)
a) Ucapan ikrar wakaf harus
mengandung kata-kata yang menunjukkan kekalnya (ta’bid), tidak sah wakaf
jika ucapannya dengan batas waktu tertentu.
b) Ucapan ikrar wakaf dapat
direalisasikan segera (tanjiz), tanpa
disangkutkan, atau digantungkan kepada syarat tertentu.
c) Ucapan ikrar wakaf bersifat
pasti.
d) Ucapan ikrar wakaf tidak
diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi,
maka penguasaan atas tanah wakaf bagi
penerima wakaf sah. Pewakaf (wakif) tidak dapat lagi menarik
kembali kepemilikan harta tersebut karena telah berpindah kepada Allah Swt. dan
penguasaan harta tersebut berpindah kepada orang yang menerima wakaf (nair). Secara umum, penerimaan wakaf (nair) dianggap pemiliknya, tetapi
bersifat tidak penuh (gaira tammah).
e.
Hikmah dan Keutamaan Wakaf
Salah satu keutamaan wakaf bahwa ia akan dicatat dan dihitung sebagai amal jariyah yang
pahalanya akan terus mengalir meskipun orang yang mewakafkannya meninggal dunia. Artinya, pemberi wakaf akan tetap menerima pahala selama wakafnya dimanfaatkan oleh orang lain.
f.
Harta Wakaf dan Pemanfaatan
Wakaf
Sebagai contoh Umar bin Khattab ra. mewakafkan sebidang tanah di Khaibar.
Khalid bin Walid ra. mewakafkan
pakaian perang dan kudanya.
Harta benda wakaf
adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka panjang,
selain itu, harta wakaf mempunyai nilai ekonomi menurut syari’ah. Harta benda wakaf terdiri atas dua macam, yaitu
benda tidak bergerak dan benda bergerak.
1) Wakaf
Benda Tidak Bergerak, mencakup hal-hal berikut.
a)
Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b)
Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diatas tanah.
c)
Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d)
Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Wakaf
Benda Bergerak, mencakup hal-hal berikut.
a)
Wakaf uang yang dilakukan oleh
Lembaga Keuangan Syari’ah yang
ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana wakaf
berupa uang dapat diinvestasikan pada aset-aset financial dan pada aset riil.
b)
Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang memiliki manfaat jangka
panjang.
c)
Surat berharga.
d)
Kendaraan.
e)
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). HAKI mencakup hak cipta, hak
paten, merk, dan desain produk industri.
f)
Hak sewa seperti wakaf
bangunan dalam bentuk rumah.
g.
Prinsip-prinsip Pengelolaan
Wakaf
Menurut Syafi’I Antonio, setidaknya ada tiga
filosofi dasar yang harus ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf. Pertama, manajemennya harus dalam
bingkai ‘proyek yang terintegrasi’. Kedua, azas kesejahteraan nair. Ketiga, azas transparansi dan
akuntabilitas dimana badan wakaf dan
lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses
pengelolaan dana laporannya kepada umat dalam bentuk laporan audit keuangan
termasuk kewajaran dari masing-masing pos biaya.
Prinsip-prinsip pengelolaan wakaf adalah sebagai berikut.
1. Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan
dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah.
2. Wakaf
dilakukan tanpa batas waktu.
3. Wakaf mempunyai kebebasan memilih tujuan sebagaimana
yang diperkenankan oleh syariah.
4. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungan
saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif.
5. Wakif
dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah
ditentukan.
Komentar
Posting Komentar